Senin, 11 Maret 2013

Asuransi Kematian, Sesuai Dengan Konsep Pemberdayaan kah?

Kegiatan PNPM  MPd untuk  peningkatan kualitas hidup masyarakat salah satunya dengan cara penyaluran dana bergulir Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Penyaluran dana bergulir tersebut melalu Unit Pengelola Kegiatan (UPK) yang berada  di tingkat kecamatan, di setiap masing-masing kecamatan lokasi Program Nasional Pemberdayaan Mandiri Perdesaan (PNPM MPd) di laksanakan. Salah satu syarat untuk mendapatkan pinjaman dana bergulir harus mempunyai kelompok yang telah berdiri minimal 1 tahun, dana tersebut di pinjamkan dari UPK ke pemanfaat /peminjam perseorangan tetapi harus berkelompok  meskipun jenis usahanya berbeda-beda dengan sistem tanggung renteng, dalam kelompok harus ada pengurus yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara. Dana pinjaman tersebut harus di kembalikan dengan cara angsuran baik bulanan maupun musiman, dari anggota kelompok/peminjam di setor ke pengurus kelompok kemudian pengurus yang setor ke UPK.

Belakangan ini di UPK Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo  Provinsi Jawa Tengah untuk mengantisipasi kemungkinan kerugian pinjaman tak tertagih akibat meninggalnya peminjam maka UPK Kalikajar bekerjasama dengan salah satu perusahaan suransi, untuk mengalihkan kemungkinan kerugian tersebut dengan cara membayar presmi asuransi kematian yang di tarik dari masing-masing peminjam dengan nominal yang bervariatif sesuai jumlah kredit dan usia peminjam. Dalam hal ini ( asuransi) apakah sesuai dengan konsep pemberdayan,  menguatkan kelembagaan, dan meningkatkat kesejahteraan masyarakat.

Kalau penulis berpendapat soal asuransi ini kurang sepaham karena :
1.  Termasuk gharar karna asuransi konvensional, gharar sendiri tidak di perboelhkan dalam hukum Islam
2. Konsep ini mengkerdilkan UPK ( Pemberdayaan) seperti lembaga perkreditan Profit oriented
3. Tidak adil, mengalihkan kemungkinan kerugian UPK tetapi yang menanggung beban masyarakat ( peminjam)
4. Tidak ada keuntungan sama sekali bagi masyarakat hanya pihak asuransi yang di untungkan
5. Masih ada cara lain untuk mengalihkan kemungkinan kerugian.

Pendapat penulis sendiri mengenai cara lain untuk mengalihkan kemungkinan kerugian dengan cara :
1. Berdayakan Paguyuban Pengurus kelompok SPP dan UEP dengan di bentuk Baitul Mal ( lembaga pengelola amal)
2. Peminjam tidak di tarik premi asuransi  tetapi sedekah/infaq yang di setor ke Baitul Mal bentukan tadi
3. Baitul Mal tadi menyalurkan dana sedekah tadi untuk membantu Saudaranya yang meninggal dunia dan masih mempunyai tanggungan hutang kepada UPK, dengan melunasi hutangnya.
4. Menurut hitung-hitungan penulis antara jumlah sedekah dengan kewajiban jika terjadi resiko peminjam meninggal dunia, maka lebih banyak sedekahnya dengan jumlah lebih dari 1500 orang peminjam. 
5. Sisa/selisih dari infaq dan kewajiban bisa di gunakan untuk cadangan ( Masih milik masyarakat) sementara jika di asuransi sisa menjadi keuntung pihak asuransi.
6. Baitul Mal  jika sudah solid/ mapan  bisa di bentuk Baitul Tamlil dengan target utama menghimpun dana tabungan kelompok. dengan usaha di bidang pendanaan Syariah untuk melayani calon nasabah/pemanfaat yang tidak bisa di layani oleh UPK, baik peminjam yang sudah besar berinkubasi UPK maupun peminjam yang tidak bisa mengakses upk karna takut riba maupun tidak mempunyai kelompok atau karna hal yang lain.
7. yang paling prinsip " UPK SEBAGAI INKUBATOR " calon pengusaha atau enterprener.