Rabu, 02 Oktober 2013

UPK SYARIAH.....? WHY NOT



Dosa Riba
«الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا، أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ»
Riba itu memiliki 73 pintu. Yang paling ringan (dosanya) adalah seperti seseorang yang mengawini ibunya. (HR al-Hakim dan al-Baihaqi).
Al-Hakim meriwayatkan hadis di atas di dalam Al-Mustadrak dari Abu Bakar bin Ishaq dan Abu Bakar bin Balawaih; keduanya dari Muhammad bin Ghalib, dari Amru bin Ali dari Ibn Abi ‘Adi, dari Syu‘bah, dari Zaid dari Ibrahim, dari Masruq, dan dari Abdullah bin Mas‘ud. Al-Hakim berkomentar, “Hadis ini sahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak mengeluarkannya.”
Al-Minawi menukil di dalam Faydh al-Qadîr, bahwa al-Hafizh al-‘Iraqi berkata (tentang hadits di tas), “Sanadnya sahih.”
Adapun al-Baihaqi meriwayatkan hadis di atas di dalam Su‘ab al-Imân dari Abu Abdillah al-Hafizh, dari Abu Bakar bin Ishaq, dari Muhammad bin Ghalib dari Amarah bin Ali, dari Ibn Abi Adi, dari Syu‘bah, dari Zubaid dari Ibrahim, dari Masruq, dan dari Abdullah bin Mas‘ud.
Hadis yang semakna juga diriwayatkan oleh Ibn al-Jarud dalam Al-Muntaqâ; Ibn Abi Syaibah dalam Mushannaf Ibn Abi Syaybah; Abd ar-Razaq dalam Mushannaf Abd ar-Razâq; Abu Nu‘aim al-Ashbahani dalam Ma‘rifah ash-Shahâbah; Ibn Abi Dunya di dalam Dzam al-Ghîbah wa an-Namîmah; dan yang lain.

Makna Hadis
Kata ar-ribâ maksudnya adalah itsm ar-ribâ (dosa riba). Menurut ath-Thayibi, penetapan makna tersebut merupakan keniscayaan agar sejalan dengan makna kalimat: aysaruhâ mitslu an yankiha….
Kata bâb[an] maknanya adalah hûban (dosa). Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda:
«الرِّبَا سَبْعُوْنَ حُوْبًا أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ»
Riba itu (ada) 70 dosa. Yang paling ringan adalah (seperti) seorang laki-laki yang menikahi ibunya sendiri (HR Ibn Majah, al-Baihaqi, Ibn Abi Syaibah dan Ibn Abi Dunya).
Kata hûb[an] artinya adalah al-itsm wa adz-dzunûb (dosa). Kata 73 itu—dalam riwayat lainnya dinyatakan 70, 72 dan 63—tidak menyatakan batasan jumlah tertentu, melainkan menunjukkan arti: banyak jenis dan tingkatannya. Karena iru, hadis di atas bisa dimaknai bahwa dosa riba banyak macam dan tingkatannya. Yang paling rendah adalah seperti dosa seseorang yang menzinai ibunya sendiri. Bahkan Abdullah bin Hanzhalah menuturkan, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
«دِرْهَمٌ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً »
Satu dirham riba yang dimakan oleh seorang laki-laki, sementara ia tahu, lebih berat (dosanya) daripada berzina dengan 36 pelacur (HR Ahmad dan ath-Thabrani).
Ibn Abbas juga menuturkan, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
«دِرْهَمٌ رِبًا أَشَدُّ عَلَى اللهِ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً. وَقَالَ : مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ»
Satu dirham riba (dosanya) kepada Allah lebih berat daripada 36 kali berzina dengan pelacur. (Ibn Abbas berkata) dan Beliau bersabda, “Siapa saja yang dagingnya tumbuh dari yang haram maka neraka lebih layak untuknya.” (HR al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Asy-Syaukani, dalam Nayl al-Awthâr, berkata, Hal ini menunjukkan bahwa riba termasuk kemaksiatan yang paling berat. Sebabnya, kemaksiatan yang menandingi bahkan lebih berat daripada kemaksiatan zina, yang merupakan perbuatan yang sangat menjijikkan dan sangat keji, tidak diragukan lagi, bahwa kemaksitan riba itu melampaui batas-batas ketercelaan.”
Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa riba termasuk kemaksiatan yang paling besar. Hal itu bisa dilihat dari: Pertama, orang yang mengambil riba merupakan penghuni neraka dan kekal di dalamnya (QS 2: 275). Kedua, meninggalkan (sisa) riba dinilai sebagai bukti keimanan seseorang (QS 2: 278). Ketiga, orang yang tetap mengambil riba diindikasikan sebagai seorang kaffâran atsîman; orang yang tetap dalam kekufuran dan selalu berbuat dosa (QS 2: 276). Keempat, orang yang tetap mengambil riba diancam akan diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya (QS 2: 279). Kelima, dosa teringan memakan riba adalah seperti berzina dengan ibu sendiri; dan lebih berat daripada berzina dengan 36 pelacur.
Hadis di atas jelas mengisyaratkan bahwa riba akan menimbulkan kerusakan di masyarakat yang lebih besar daripada kerusakan akibat zina. Ini karena riba sejak dulu hingga kini merupakan alat perbudakan, penindasan, eksploitasi, pemerasan, penghisapan darah dan penjajahan. Semua itu bukan hanya terjadi pada tingkat individu, namun juga terjadi terhadap suatu bangsa, umat dan negara. Hal itu seperti yang dilakukan oleh negara-negara besar (penjajah) kepada negara Dunia Ketiga. Melalui utang dengan sistem riba akhirnya kekayaan negara-negara Dunia Ketiga justru mengalir ke negara besar. Dengan utang itu pula, negara-negara Dunia Ketiga didekte dan dikendalikan demi kepentingan negara-negara besar itu. Apa yang terjadi akibat utang luar negeri terhadap negeri ini merupakan buktinya.
Jika riba telah tampak nyata di suatu kaum, maka kaum itu telah menghalalkan diturunkannya azab Allah kepada mereka. Ibn Abbas menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
«إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ»
Jika telah tampak nyata zina dan riba di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan sendiri (turunnya) azab Allah (kepada mereka) (Hr al-Hakim).

BAGAIMANA DENGAN DANA BERGULIR SPP/UEP PNPM MPd..?
Dana bergulir ( SPP dan UEP ) PNPM MPd yang di gadang-gadang sebagai solusi pengentasan kemiskinan terutama bagi kelompok usaha kecil, dengan akad perjanjiam membayar jasa (bunga) di tentukan di muka (di depan, saat penerimaan kredit).
Lalu bagaimana dengan kita ini pelaku PNPM ( UPK)  yang mengelola riba, yang bekerja setiap hari mengatasnamakan pemberdayaan tetapi prakteknya mengelola riba.
Kenapa kita ga beralih ke pembiayaan dengan model bagi hasil (syariah) .....???
Begitu banyak alasan untuk meng

Senin, 11 Maret 2013

Asuransi Kematian, Sesuai Dengan Konsep Pemberdayaan kah?

Kegiatan PNPM  MPd untuk  peningkatan kualitas hidup masyarakat salah satunya dengan cara penyaluran dana bergulir Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Penyaluran dana bergulir tersebut melalu Unit Pengelola Kegiatan (UPK) yang berada  di tingkat kecamatan, di setiap masing-masing kecamatan lokasi Program Nasional Pemberdayaan Mandiri Perdesaan (PNPM MPd) di laksanakan. Salah satu syarat untuk mendapatkan pinjaman dana bergulir harus mempunyai kelompok yang telah berdiri minimal 1 tahun, dana tersebut di pinjamkan dari UPK ke pemanfaat /peminjam perseorangan tetapi harus berkelompok  meskipun jenis usahanya berbeda-beda dengan sistem tanggung renteng, dalam kelompok harus ada pengurus yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara. Dana pinjaman tersebut harus di kembalikan dengan cara angsuran baik bulanan maupun musiman, dari anggota kelompok/peminjam di setor ke pengurus kelompok kemudian pengurus yang setor ke UPK.

Belakangan ini di UPK Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo  Provinsi Jawa Tengah untuk mengantisipasi kemungkinan kerugian pinjaman tak tertagih akibat meninggalnya peminjam maka UPK Kalikajar bekerjasama dengan salah satu perusahaan suransi, untuk mengalihkan kemungkinan kerugian tersebut dengan cara membayar presmi asuransi kematian yang di tarik dari masing-masing peminjam dengan nominal yang bervariatif sesuai jumlah kredit dan usia peminjam. Dalam hal ini ( asuransi) apakah sesuai dengan konsep pemberdayan,  menguatkan kelembagaan, dan meningkatkat kesejahteraan masyarakat.

Kalau penulis berpendapat soal asuransi ini kurang sepaham karena :
1.  Termasuk gharar karna asuransi konvensional, gharar sendiri tidak di perboelhkan dalam hukum Islam
2. Konsep ini mengkerdilkan UPK ( Pemberdayaan) seperti lembaga perkreditan Profit oriented
3. Tidak adil, mengalihkan kemungkinan kerugian UPK tetapi yang menanggung beban masyarakat ( peminjam)
4. Tidak ada keuntungan sama sekali bagi masyarakat hanya pihak asuransi yang di untungkan
5. Masih ada cara lain untuk mengalihkan kemungkinan kerugian.

Pendapat penulis sendiri mengenai cara lain untuk mengalihkan kemungkinan kerugian dengan cara :
1. Berdayakan Paguyuban Pengurus kelompok SPP dan UEP dengan di bentuk Baitul Mal ( lembaga pengelola amal)
2. Peminjam tidak di tarik premi asuransi  tetapi sedekah/infaq yang di setor ke Baitul Mal bentukan tadi
3. Baitul Mal tadi menyalurkan dana sedekah tadi untuk membantu Saudaranya yang meninggal dunia dan masih mempunyai tanggungan hutang kepada UPK, dengan melunasi hutangnya.
4. Menurut hitung-hitungan penulis antara jumlah sedekah dengan kewajiban jika terjadi resiko peminjam meninggal dunia, maka lebih banyak sedekahnya dengan jumlah lebih dari 1500 orang peminjam. 
5. Sisa/selisih dari infaq dan kewajiban bisa di gunakan untuk cadangan ( Masih milik masyarakat) sementara jika di asuransi sisa menjadi keuntung pihak asuransi.
6. Baitul Mal  jika sudah solid/ mapan  bisa di bentuk Baitul Tamlil dengan target utama menghimpun dana tabungan kelompok. dengan usaha di bidang pendanaan Syariah untuk melayani calon nasabah/pemanfaat yang tidak bisa di layani oleh UPK, baik peminjam yang sudah besar berinkubasi UPK maupun peminjam yang tidak bisa mengakses upk karna takut riba maupun tidak mempunyai kelompok atau karna hal yang lain.
7. yang paling prinsip " UPK SEBAGAI INKUBATOR " calon pengusaha atau enterprener.