Dosa Riba
«الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ
بَابًا، أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ»
Riba itu memiliki 73 pintu. Yang
paling ringan (dosanya) adalah seperti seseorang yang mengawini ibunya. (HR al-Hakim dan al-Baihaqi).
Al-Hakim
meriwayatkan hadis di atas di dalam Al-Mustadrak dari Abu Bakar bin Ishaq dan Abu Bakar bin Balawaih; keduanya dari
Muhammad bin Ghalib, dari Amru bin Ali dari Ibn Abi ‘Adi, dari Syu‘bah, dari
Zaid dari Ibrahim, dari Masruq, dan dari Abdullah bin Mas‘ud. Al-Hakim
berkomentar, “Hadis ini sahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim, namun
keduanya tidak mengeluarkannya.”
Al-Minawi
menukil di dalam Faydh al-Qadîr, bahwa al-Hafizh al-‘Iraqi berkata (tentang hadits di tas), “Sanadnya
sahih.”
Adapun al-Baihaqi
meriwayatkan hadis di atas di dalam Su‘ab al-Imân dari Abu Abdillah al-Hafizh, dari Abu Bakar bin Ishaq, dari Muhammad bin
Ghalib dari Amarah bin Ali, dari Ibn Abi Adi, dari Syu‘bah, dari Zubaid dari
Ibrahim, dari Masruq, dan dari Abdullah bin Mas‘ud.
Hadis yang
semakna juga diriwayatkan oleh Ibn al-Jarud dalam Al-Muntaqâ; Ibn Abi Syaibah dalam Mushannaf Ibn Abi Syaybah; Abd ar-Razaq dalam Mushannaf Abd ar-Razâq; Abu Nu‘aim al-Ashbahani dalam Ma‘rifah ash-Shahâbah; Ibn Abi Dunya di dalam Dzam al-Ghîbah wa an-Namîmah; dan yang lain.
Makna Hadis
Kata ar-ribâ maksudnya adalah itsm ar-ribâ (dosa riba). Menurut ath-Thayibi, penetapan makna tersebut merupakan
keniscayaan agar sejalan dengan makna kalimat: aysaruhâ mitslu an yankiha….
Kata bâb[an] maknanya adalah hûban (dosa). Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda:
«الرِّبَا سَبْعُوْنَ حُوْبًا أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ
أُمَّهُ»
Riba itu (ada) 70 dosa. Yang paling
ringan adalah (seperti) seorang laki-laki yang menikahi ibunya sendiri (HR Ibn Majah, al-Baihaqi, Ibn Abi Syaibah dan Ibn Abi
Dunya).
Kata hûb[an] artinya adalah al-itsm wa adz-dzunûb (dosa). Kata 73 itu—dalam riwayat lainnya dinyatakan
70, 72 dan 63—tidak menyatakan batasan jumlah tertentu, melainkan menunjukkan
arti: banyak jenis dan tingkatannya. Karena iru, hadis di atas bisa dimaknai bahwa dosa riba banyak macam dan
tingkatannya. Yang paling rendah adalah seperti dosa seseorang yang menzinai
ibunya sendiri. Bahkan Abdullah bin Hanzhalah menuturkan, bahwa Rasulullah saw.
pernah bersabda:
«دِرْهَمٌ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ
مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً »
Satu dirham riba yang dimakan oleh
seorang laki-laki, sementara ia tahu, lebih berat (dosanya) daripada berzina
dengan 36 pelacur (HR Ahmad dan
ath-Thabrani).
Ibn Abbas juga
menuturkan, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
«دِرْهَمٌ رِبًا أَشَدُّ عَلَى اللهِ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ
زَنْيَةً. وَقَالَ : مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى
بِهِ»
Satu dirham riba (dosanya) kepada
Allah lebih berat daripada 36 kali berzina dengan pelacur. (Ibn Abbas berkata)
dan Beliau bersabda, “Siapa saja yang dagingnya tumbuh dari yang haram maka
neraka lebih layak untuknya.” (HR al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Asy-Syaukani,
dalam Nayl al-Awthâr, berkata, Hal
ini menunjukkan bahwa riba termasuk kemaksiatan yang paling berat. Sebabnya,
kemaksiatan yang menandingi bahkan lebih berat daripada kemaksiatan zina, yang
merupakan perbuatan yang sangat menjijikkan dan sangat keji, tidak diragukan
lagi, bahwa kemaksitan riba itu melampaui batas-batas ketercelaan.”
Dengan
demikian, tidak diragukan lagi bahwa riba termasuk kemaksiatan yang paling
besar. Hal itu bisa dilihat dari: Pertama, orang yang mengambil riba merupakan penghuni neraka dan kekal di dalamnya
(QS 2: 275). Kedua, meninggalkan (sisa) riba dinilai
sebagai bukti keimanan seseorang (QS 2: 278). Ketiga, orang yang tetap mengambil riba diindikasikan sebagai seorang kaffâran atsîman; orang yang tetap dalam kekufuran dan selalu berbuat
dosa (QS 2: 276). Keempat, orang yang
tetap mengambil riba diancam akan diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya (QS 2:
279). Kelima, dosa teringan memakan riba adalah
seperti berzina dengan ibu sendiri; dan lebih berat daripada berzina dengan 36
pelacur.
Hadis di atas
jelas mengisyaratkan bahwa riba akan menimbulkan kerusakan di masyarakat yang
lebih besar daripada kerusakan akibat zina. Ini karena riba sejak dulu hingga
kini merupakan alat perbudakan, penindasan, eksploitasi, pemerasan, penghisapan
darah dan penjajahan. Semua itu bukan hanya terjadi pada tingkat individu,
namun juga terjadi terhadap suatu bangsa, umat dan negara. Hal itu seperti yang
dilakukan oleh negara-negara besar (penjajah) kepada negara Dunia Ketiga.
Melalui utang dengan sistem riba akhirnya kekayaan negara-negara Dunia Ketiga
justru mengalir ke negara besar. Dengan utang itu pula, negara-negara Dunia
Ketiga didekte dan dikendalikan demi kepentingan negara-negara besar itu. Apa
yang terjadi akibat utang luar negeri terhadap negeri ini merupakan buktinya.
Jika riba telah
tampak nyata di suatu kaum, maka kaum itu telah menghalalkan diturunkannya azab
Allah kepada mereka. Ibn Abbas menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
«إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ ، فَقَدْ
أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ»
Jika telah tampak nyata zina dan
riba di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan sendiri
(turunnya) azab Allah (kepada mereka) (Hr al-Hakim).
BAGAIMANA DENGAN DANA BERGULIR SPP/UEP PNPM MPd..?
Dana bergulir (
SPP dan UEP ) PNPM MPd yang di gadang-gadang sebagai solusi pengentasan
kemiskinan terutama bagi kelompok usaha kecil, dengan akad perjanjiam membayar
jasa (bunga) di tentukan di muka (di depan, saat penerimaan kredit).
Lalu bagaimana
dengan kita ini pelaku PNPM ( UPK) yang
mengelola riba, yang bekerja setiap hari mengatasnamakan pemberdayaan tetapi
prakteknya mengelola riba.
Kenapa kita ga
beralih ke pembiayaan dengan model bagi hasil (syariah) .....???
Begitu banyak
alasan untuk meng